Senin, 12 November 2012

Awal Mula #IndonesiaTanpaJIL





Bermula dari sebuah hashtag di Twitter, hingga menjadi gerakan nasional yang mengakar. Ribuan pemuda merespon seruan #IndonesiaTanpaJIL, mulai dari Twitter hingga Facebook. Tidak kurang dari tiga ribu orang memberikan dukungan kepada #IndonesiaTanpaJIL pada hari pertama dikumandangkannya gerakan ini di Facebook; jumlah yang berlipat menjadi 7.000 di hari kedua dan 10.000 di hari ketiga. Dari aktivis dakwah sampai pelajar SMA, dari eksekutif muda hingga ibu rumah tangga, dukungan untuk melawan pemikiran Jaringan Islam Liberal (JIL) terus mengalir. Jelaslah bahwa keinginan ini telah bersemayam di dada para pemuda Muslim Indonesia sejak lama, hanya saja sekarang ia mencapai puncak momentumnya.

Di dunia maya, para aktivis JIL tampil begitu berbeda dengan citra yang dipertahankannya di dalam tulisan-tulisannya atau di layar televisi. Jika sebelumnya mereka masih mempertahankan citra santun, ilmiah dan terpelajar, tidak demikian halnya di Twitter. Perang propaganda yang dilancarkannya kepada sendi-sendi ajaran Islam begitu vulgar dan provokatif. Bisa dikatakan, ada berkah tersembunyi di baliknya. Sebab, lontaran-lontaran yang begitu kasar itu justru dengan sendirinya menjelaskan kepada semua orang sisi buruk pemikiran mereka sendiri.

Sekilas tentang Islam Liberal

Islam liberal adalah pemikiran yang sepenuhnya lahir dari rahim Barat. Ia merupakan transformasi dari cara berpikir tipikal orang Barat terhadap Islam, yang ironisnya justru kini kurang populer di Barat sendiri. Islam liberal lebih dekat kepada liberalisme daripada Islam itu sendiri. Oleh karena itu, para aktivisnya lebih nyaman disebut ‘liberalis’ daripada ‘Islamis’.

Di Indonesia, terlebih lagi di dunia maya, kita menyaksikan para aktivis JIL begitu vulgarnya mempertontonkan pemikiran-pemikiran menyimpang. Mulai dari Ulil Abshar Abdalla yang berani mempertanyakan finalitas kenabian Rasulullah saw, hingga Syukron Amin – liberalis yang masih ‘bau kencur’ – yang berani menghalalkan ciuman dengan lawan jenis yang bukan pasangan suami/istri sah. Berbagai hal mereka gugat, mulai dari otoritas al-Qur’an hingga ke-ma’shum-an para Nabi dan Rasul. Segala hal mereka anggap ‘belum selesai’, mulai dari keharaman homoseksualitas hingga asal muasal agama itu sendiri. Inikah sikap kaum intelektual Islam yang sesungguhnya?

Kini, para pemuda Muslim telah bangkit. Dengan segala kelemahan dan kekurangannya, mereka mengepalkan tangan dan berdiri bersama, mengesampingkan segala perbedaan, ikhtilaf, madzhab dan harakah, untuk mewujudkan Indonesia tanpa JIL.

Tentang gerakan #IndonesiaTanpaJIL



#IndonesiaTanpaJIL adalah gerakan intelektual yg berpondasi pada pembangunan tradisi ilmu. Gerakan ini berawal dari sebuah hashtag #IndonesiaTanpaJIL di Twitter yang cukup fenomenal. Mengapa kami katakan fenomenal, karena dari hashtag itu kita melihat bahwa yang kontra dengan pemahaman yang dipopulerkan oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) sangat variatif. Dari mulai aktivis dakwah sampai anak-anak muda yang masih dalam tahap belajar bahkan ‘begajulan’ ikut menyuarakan penolakannya terhadap JIL. Pekerjaan ini adalah pekerjaan jangka panjang, bukan sekedar hura-hura sesaat, apalagi pengisi waktu luang. Oleh karena itu, #IndonesiaTanpaJIL tidak bersandar pada slogan, mission statement atau demo belaka.

Demo itu perlu, namun pekerjaan di balik layar jauh lebih penting. Kami menyeru kepada kalangan terpelajar, terutama sekali mahasiswa, untuk berbagi kepedulian tentang bahaya Islam liberal.  Mari kita gerakkan seluruh umat untuk menumbuhkan kembali tradisi keilmuan kita. Ramaikan rumah dengan buku, jadikan buku sebagai kawan duduk kita. Tulislah makalah-makalah dan buku-buku, selenggarakanlah seminar-seminar dan bedah buku. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.